Selasa, 12 Juli 2016

Efektivitas Cooperative Learning



Oleh Ch. Dwi Anugrah

Seperti diketahui elaborasi  model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran konvensional yang memposisikan peserta didik hanya sebagai obyek kini perlu  dikaji ulang dengan lebih mengaplikasikan model yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan konstruksionisme dalam pembelajaran, salah satu model  pembelajaran yang kini  banyak mendapat respon adalah pembelajaran  kooperatif atau cooperative learning.
Pada model cooperative learning peserta didik diberi kesempatan  berkomunikasi  dan berinteraksi sosial dengan  temannya  untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator aktivitas peserta didik. Implikasinya dalam pembelajaran ini aktivitas pengetahuan dibangun sendiri secara pro aktif oleh peserta didik dan mereka bertanggung jawab atas  hasil pembelajarannya.
Secara sederhana kata cooperative berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Dengan demikian cooperative learning dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu  antara satu dengan lainnya dalam belajar dan memastikan bahwa setiap peserta didik  dalam kelompok  dapat mencapai tujuan  atau tugas yang telah ditentukan sebelumnnya. Lebih jauh lagi dapat dipahami bahwa cooperative learning terkait erat dengan teknik pengelompokan yang di dalamnya peserta didik dapat bekerja secara terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-6 peserta didik.
Tujuan utama  dalam aplikasi  model  cooperative learning  adalah agar peserta didik  dapat belajar secara  berkelompok  bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai  pendapat dan  memberikan  kesempatan kepada orang lain  untuk mengemukakan gagasannya  dengan cara menyampaikan pendapat mereka  secara berkelompok.
Dengan mengimplementasikan model pembelajaran  cooperative learning, peserta didik diharapkan  dapat meraih keberhasilan dalam belajar. Di samping itu  juga bisa melatih  peserta didik untuk  memiliki ketrampilan, baik ketrampilan  berpikir (thinking skill) maupun ketrampilan sosial (social  skill), seperti ketrampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan di kelas.
Di samping itu model pembelajaran ini  memungkinkan peserta didik  untuk mengelaborasikan pengetahuan, kapabilitas, dan ketrampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Peserta didik  bukan lagi sebagai obyek pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Cooperative learning  menyediakan banyak contoh yang perlu dilakukan oleh peserta didik di antaranya, pertama peserta didik terlibat  dalam tingkah laku mendifinisikan, menyaring,  memperkuat sikap, kemampuan, dan tingkah laku dalam partisipasi sosial.  Kedua, mempelakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan dan membeiikan semangat  penggunaan pemikiran rasional ketika   mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Ketiga, berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerjasama, konsensus, dan pentaatan aturan mayoritas ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya melakukan kegiatan pembelajaran. Ketika mereka  berusaha mempelajari isi dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan dan dapat memecahkan konflik, menangani berbagai macam problematika  dan membuat opsi-opsi  yang merefleksikan situasi-situasi personal dan sosial yang mungkin mereka temukan dalam perkembangan dunia ini (Isjoni, 2009).

Langkah Efektif
Langkah-langkah yang perlu ditempuh agar  model cooperative learning ini efektif bisa dilakukan dengan strategi guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru perlu memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran saat itu. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan  apa yang peserta didik ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan yang dinamakan brainstorming ini dimaksudkan untuk lebih mefokuskan perhatian peserta didik akan kesiapan pada materi yang akan dipelajari.
Langkah selanjutnya bisa dilakukan dengan pembagian peserta didik menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 peserta didik.  Bagian pertama bahan diberikan  pada peserta didik yang pertama, sedangkan peserta didik kedua menerima bahan bagian kedua dan seterusnya. Setelah selesai mengerjakan bagain masing-masing, mereka saling berbagi mengenai bagian yang dikerjakan masing-masing tersebut. Dalam aktivitas ini peserta didik bisa saling melengkapi  dan berinteraksi  antara satu dengan lainnya. Kegiatan ini diperlukan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran pada bagian akhirnya. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan dalam kelompok atau dengan seluruh kelas.
Diskusi merupakan unsur penting dalam cooperative learning. Dengan berdiskusi dapat memunculkan keanekaragaman pendapat dan sudut pandang dari berbagai anggota kelompok. Karena itu, partisipasi peserta didik secara luas sangat diperlukan. Dalam diskusi hendaknya dihindari dominasi seseorang dalam berbicara sehingga guru harus memperhatikan jalannya diskusi, di samping untuk menghindari dan juga membatasi agar topik tidak meluas ataupun keluar dari konteksnya.

Peran Guru
Dalam implementasi model cooperative learning dibutuhkan peran, kemampuan, kemauan, serta kreativitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan model  ini guru bukannya  bertambah pasif, tapi harus bertambah aktif, terutama saat  menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)  harus matang dan terukur, pengaturan kelas saat pelaksanaan, serta membuat tugas untuk dikerjakan peserta didik bersama dengan kelompoknya.
Di samping itu guru perlu mengkondisikan  kelas sebagai  laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku satuan pendidikan (sekolah),  agar peserta didik terbiasa berbeda pendapat, jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya sendiri dan siap menerima pendapat orang  lain yang lebih baik, serta mampu  mencari pemecahan masalah.
Perbedaan pendapat  yang mengarah pada  konflik interpersonal asalkan menurut aturan diskusi yang baik disertai sikap  positif, sesungguhnya dapat membantu menumbuhkan  kesehatan mental peserta didik. Hal yang perlu dihindari ialah bila perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik yang bersifat interpersonal yang dapat merugikan kesehatan mental peserta didik.
Untuk itu sebagai penjabaran dari iklim demokrasi kiranya seorang peserta didik  harus dapat menerima pendapat  dari peserta didik lainnya. Sebagai misal peserta didik satu mengemukakan pendapatnya, kemudian peserta didik lainnya mendengarkan di mana letak kesalahannya, kekurangan  atau kelebihannya, kalau ada kekurangan bisa saling melengkapi.
Melalui teknik saling menghargai pendapat peserta didik yang lain dan saling membetulkan kesalahan bersama dapat dijadikan bahan untuk memperkuat  pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajakan semakin luas dan mendalam.



Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Pendamping Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang



1 komentar:

  1. 15th century ceramic chopsticks
    What are the mens titanium wedding bands original ceramic chile chile chiles? titanium exhaust wrap We have made some of them, with a few of titanium easy flux 125 amp welder the original men\'s titanium wedding bands chile chile chile chile smith titanium chiles.

    BalasHapus