Efektivitas
Cooperative Learning
Oleh Ch. Dwi Anugrah
Seperti diketahui elaborasi  model pembelajaran dari waktu ke waktu terus
mengalami perubahan. Model-model pembelajaran konvensional yang memposisikan
peserta didik hanya sebagai obyek kini perlu 
dikaji ulang dengan lebih mengaplikasikan model yang lebih modern.
Sejalan dengan pendekatan konstruksionisme dalam pembelajaran, salah satu
model  pembelajaran yang kini  banyak mendapat respon adalah
pembelajaran  kooperatif atau cooperative learning.
Pada model cooperative
learning peserta didik diberi kesempatan 
berkomunikasi  dan berinteraksi
sosial dengan  temannya  untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara
guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator aktivitas peserta didik.
Implikasinya dalam pembelajaran ini aktivitas pengetahuan dibangun sendiri
secara pro aktif oleh peserta didik dan mereka bertanggung jawab atas  hasil pembelajarannya. 
Secara sederhana kata cooperative berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan
saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Dengan demikian cooperative learning dapat diartikan
belajar bersama-sama, saling membantu 
antara satu dengan lainnya dalam belajar dan memastikan bahwa setiap
peserta didik  dalam kelompok  dapat mencapai tujuan  atau tugas yang telah ditentukan sebelumnnya.
Lebih jauh lagi dapat dipahami bahwa cooperative
learning terkait erat dengan teknik pengelompokan yang di dalamnya peserta
didik dapat bekerja secara terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok
kecil yang umumnya terdiri dari 4-6 peserta didik. 
Tujuan utama 
dalam aplikasi  model  cooperative
learning  adalah agar peserta
didik  dapat belajar secara  berkelompok 
bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai  pendapat dan 
memberikan  kesempatan kepada
orang lain  untuk mengemukakan
gagasannya  dengan cara menyampaikan
pendapat mereka  secara berkelompok. 
Dengan mengimplementasikan model pembelajaran  cooperative
learning, peserta didik diharapkan 
dapat meraih keberhasilan dalam belajar. Di samping itu  juga bisa melatih  peserta didik untuk  memiliki ketrampilan, baik ketrampilan  berpikir (thinking
skill) maupun ketrampilan sosial (social  skill), seperti ketrampilan untuk
mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama,
rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam
kehidupan di kelas.
Di samping itu model pembelajaran ini  memungkinkan peserta didik  untuk mengelaborasikan pengetahuan, kapabilitas,
dan ketrampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.
Peserta didik  bukan lagi sebagai obyek
pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Cooperative
learning  menyediakan banyak contoh yang perlu
dilakukan oleh peserta didik di antaranya, pertama
peserta didik terlibat  dalam tingkah
laku mendifinisikan, menyaring,  memperkuat sikap, kemampuan, dan tingkah laku
dalam partisipasi sosial.  Kedua, mempelakukan orang lain dengan
penuh pertimbangan kemanusiaan dan membeiikan semangat  penggunaan pemikiran rasional ketika   mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama. 
Ketiga, berpartisipasi dalam tindakan-tindakan
kompromi, negosiasi, kerjasama, konsensus, dan pentaatan aturan mayoritas
ketika bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka dan membantu
meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya melakukan kegiatan pembelajaran.
Ketika mereka  berusaha mempelajari isi
dan kemampuan yang diharapkan, mereka juga menemukan dan dapat memecahkan konflik,
menangani berbagai macam problematika 
dan membuat opsi-opsi  yang
merefleksikan situasi-situasi personal dan sosial yang mungkin mereka temukan
dalam perkembangan dunia ini (Isjoni, 2009).
Langkah Efektif
Langkah-langkah yang perlu ditempuh agar  model cooperative
learning ini efektif bisa dilakukan dengan strategi guru membagi bahan
pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. Sebelum bahan pelajaran
diberikan, guru perlu memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas
dalam bahan pelajaran saat itu. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan
menanyakan  apa yang peserta didik
ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan yang dinamakan brainstorming ini dimaksudkan untuk lebih mefokuskan perhatian
peserta didik akan kesiapan pada materi yang akan dipelajari. 
Langkah selanjutnya bisa dilakukan dengan
pembagian peserta didik menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 peserta
didik.  Bagian pertama bahan
diberikan  pada peserta didik yang
pertama, sedangkan peserta didik kedua menerima bahan bagian kedua dan
seterusnya. Setelah selesai mengerjakan bagain masing-masing, mereka saling
berbagi mengenai bagian yang dikerjakan masing-masing tersebut. Dalam aktivitas
ini peserta didik bisa saling melengkapi 
dan berinteraksi  antara satu
dengan lainnya. Kegiatan ini diperlukan diskusi mengenai topik dalam bahan
pelajaran pada bagian akhirnya. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan dalam
kelompok atau dengan seluruh kelas. 
Diskusi merupakan unsur penting dalam cooperative learning. Dengan berdiskusi dapat
memunculkan keanekaragaman pendapat dan sudut pandang dari berbagai anggota
kelompok. Karena itu, partisipasi peserta didik secara luas sangat diperlukan.
Dalam diskusi hendaknya dihindari dominasi seseorang dalam berbicara sehingga
guru harus memperhatikan jalannya diskusi, di samping untuk menghindari dan
juga membatasi agar topik tidak meluas ataupun keluar dari konteksnya.
Peran Guru
Dalam implementasi model cooperative learning dibutuhkan peran, kemampuan, kemauan, serta
kreativitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan
model  ini guru bukannya  bertambah pasif, tapi harus bertambah aktif,
terutama saat  menyusun RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran)  harus matang
dan terukur, pengaturan kelas saat pelaksanaan, serta membuat tugas untuk
dikerjakan peserta didik bersama dengan kelompoknya.
Di samping itu guru perlu mengkondisikan  kelas sebagai 
laboratorium demokrasi, supaya peserta didik terlatih dan terbiasa
berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku satuan
pendidikan (sekolah),  agar peserta didik
terbiasa berbeda pendapat, jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya sendiri
dan siap menerima pendapat orang  lain
yang lebih baik, serta mampu  mencari
pemecahan masalah. 
Perbedaan pendapat  yang mengarah pada  konflik interpersonal asalkan menurut aturan
diskusi yang baik disertai sikap  positif,
sesungguhnya dapat membantu menumbuhkan 
kesehatan mental peserta didik. Hal yang perlu dihindari ialah bila
perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik yang bersifat interpersonal yang
dapat merugikan kesehatan mental peserta didik.
Untuk itu sebagai penjabaran dari iklim demokrasi
kiranya seorang peserta didik  harus
dapat menerima pendapat  dari peserta
didik lainnya. Sebagai misal peserta didik satu mengemukakan pendapatnya,
kemudian peserta didik lainnya mendengarkan di mana letak kesalahannya,
kekurangan  atau kelebihannya, kalau ada
kekurangan bisa saling melengkapi.
Melalui teknik saling menghargai pendapat peserta
didik yang lain dan saling membetulkan kesalahan bersama dapat dijadikan bahan
untuk memperkuat  pemahaman terhadap
materi pelajaran yang diajakan semakin luas dan mendalam.
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Pendamping Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang

 
15th century ceramic chopsticks
BalasHapusWhat are the mens titanium wedding bands original ceramic chile chile chiles? titanium exhaust wrap We have made some of them, with a few of titanium easy flux 125 amp welder the original men\'s titanium wedding bands chile chile chile chile smith titanium chiles.