Rabu, 06 Juli 2016

Hastabrata

Kepemimpinan Hasta Brata



Oleh Ch. Dwi Anugrah

            Kekuasaan  sepertinya merupakan sesuatu yang didambakan. Semua orang tanpa kecuali sekarang ini pada berlomba  untuk mendapatkan kekuasaan. Memang, kekuasaan memberikan kehormatan atau prestise Namun, sebenarnya kita lupa bahwa itu hanyalah satu sisi saja. Di sisi lain, kekuasaan itu menuntut tanggung jawab.  Di sinilah kekuasaan itu menjadi tidak mudah. Sebab, kekuasaan tidak bisa dilihat hanya sekadar panggung  tempat pemegang  kekuasaan untuk tampil mempertontonkan kehebatannya.
           Pada dasarnya kekuasaan perlu memberikan manfaat kepada masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasan oleh para pemimpim harus dipakai untuk memberikan kesejahteraan umum (bonum publicum). Untuk itulah tidak semua orang berhasil ketika diberi kekuasaan. Bahkan seringkali kekuasan itu hanya dinikmati  untuk kepentingannya sendiri. Dengan kekuasaan  itu banyak orang yang lupa diri dan merasa menjadi orang yang tak tertandingi

Hasta Brata
           Sebagai formula agar dapat menjadi pemimpin yang didambakan hendaknya para pengambil kebijakan perlu memegang sifat kepemimpinan yang dikenal dengan Hasta Brata. Hasta mengandung pengertian delapan. Brata artinya perilaku atau sifat. Sifat kepemimpinan ini dilakukan ketika Sri Rama mengangkat Wibisana menjadi raja di Alengka dalam epos Ramayana karya Valmiki. Kedelapan sifat kepemimpinan tersebut adalah :
Pertama, Sifat Matahari. Makna seorang pemimpin bersifat seperti matahari adalah agar setiap pemimpin  harus mampu memberi motivasi, spirit, daya hidup, dan memberi kekuatan kepada seluruh anak buah yang dipimpinnya.
Kedua, Sifat Bulan. Bila diamati bulan itu bentuknya bulat indah dan menarik hati siapa saja yang melihat. Seorang pemimpin harus memiliki sifat bulan maksudnya, agar setiap pemimpin  harus dapat menyenangkan, menarik hati dan memberi terang  dalam kegelapan kepada semua anak buah yang dipimpinnya.
Ketiga, Sifat Bintang. Bintang mempunyai bentuk yang sangat eksotis dan menjadi hiasan  langit di waktu malam serta  dapat menjadi petunjuk arah (kompas) bagi mereka yang kehilangan arah. Jadi seorang pemimpin harus dapat berfungsi seperti bintang, maksudnya bahwa seorang pemimpin  dapat memberi petunjuk, memberi arahan, dan bimbingan agar anak buahnya  mampu menyelesaikan  tugasnya dengan baik. Bintang sebagai lambang  bahwa semua orang harus senantiasa ingat pada Tuhan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus  bertaqwa kepada Tuhan.
Keempat, Sifat Angin. Seperti diketahui angin mempunyai sifat dapat mengisi setiap ruangan yang kosong walaupun di ruangan yang kecil sekalipun. Seorang pemimpin harus dapat berfungsi seperti angin, maksudnya agar setiap pemimpin  dapat bertindak dengan cermat dan teliti serta tidak  segan-segan terjun langsung ke masyarakat  agar mengetahui kondisi yang sebenarnya. Apalagi angin segar, seorang pemimpin harus mampu membawa suasana yang menyenangkan..
Kelima, Sifat Api. Bila diamati api sifatnya dapat membakar apa saja yang bersentuhan dengannya dan tegas. Jadi seorang pemimpin  harus mampu bertindak seperti api artinya harus tegas dan adil tanpa pandang  bulu. Di samping tegas seorang pemimipin harus mempunyai prinsip  yang konsisten  serta dapat  menahan emosi  atau mengendalikan diri.
Keenam, Sifat Mendung. Mendung mempunyai sifat menakutkan (berwibawa) tetapi setelah berubah menjadi air  dalam hal ini hujan dapat menyegarkan semua makhlug hidup. Untuk itu pemimpin harus dapat bersifat seperti mendung yaitu harus  dapat menjaga kewibawaan dengan berbuat jujur, terbuka dan semua  yang menjadi programnya dapat bermanfaat  bagi anak buah dan sesama.
Ketujuh, Sifat Samudra. Bentangan samudra luas dapat menampung apa saja yang akan masuk ke dalamnya. Di samping itu sifatnya juga rata. Jadi seorang pemimpin  harus berfungsi seperti samudra yaitu mempunyai pandangan luas, merata, sanggup,  mampu menerima berbagai macam persoalan serta tidak boleh pilih kasih dan membenci  terhadap golongan apa pun. Di samping itu seorang pemimpin  harus berbesar jiwa yaitu mau memaafkan kesalahan orang lain.
Kedelapan, Sifat bumi. Bumi mempunyai sifat teguh  atau  sentosa dan apa yang ditanam di bumi akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat  untuk kehidupan. Kiranya seorang pemimpin harus dapat bersifat seperti bumi yaitu berteguh hati dan selalu mampu memberi anugrah  terhadap siapa saja yang berjasa terhadap nusa dan bangsa.

Media Kontrol
             Dengan memahami dan mengaplikasikan  ajaran Hasta Brata tersebut, paling tidak dapat sebagai media kontrol diri  para pemimpin dalam menjalankan kinerjanya. Rasanya juga masih relevan beberapa ungkapan Jawa seperti sabda pandhita ratu dan berbudi bawalaksana untuk menjadi pegangan  normatif bagi para pemimpin. Seperti yang ditulis Thomas Wiyasa Bratawijaya dalama bukunya “Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa” (1997) menjelaskan sabda pandhita ratu mengandung makna apa yang telah diajarkan oleh para pandhita dan diucapkan oleh raja tidak boleh diubah kembali. Makna semiotika  tersebut memberi ajaran bahwa pemimpin harus konsisten, yaitu harus ikut mengimplementasikan apa yang telah diucapkan. Kata-kata dan perbuatan harus selaras, tidak perlu ragu-ragu dan tidak terpengaruh oleh perasaan saja. Karena bila seorang pemimpin sudah terpengaruh  perasaan  maka mudah lupa apa saja  yang telah diucapkan
             Sedangkan berbudi bawa laksana mengandung implikasi seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dalam  tata nilai, moral, berbudi luhur, dan murah hati. Dalam tataran praksis sifat ini bisa diketahui pada pola tindak para pemimpin yang mempunyai empati atau kepedulian dan senang membei bantun pada anak buahnya yang mengalami kesulitan.
            Dengan prinsip ungkapan tersebut dalam menanggapi keadaan  yang serba tidak menentu seperti sekarang ini diperlukan prinsip yang konsisten dan tidak mudah terbawa arus. Mulainya jelas dari diri kita sendiri untuk menepiskan berbagai pengaruh yang dampaknya akan membawa resiko tinggi terutama terkait dengan degradasi moral.
            Akhirnya kita pun harus bisa mengatakan  ketika para pemimpin memegang jabatannya, harapannya agar mereka tidak bersikap mentang-mentang dengan aji mumpungnya berkuasa. Justru kekuasaan  harus membuat pemimpin yang diserahi tanggung jawab itu untuk rendah hati. Sebab jabatan itu tidak lebih hanya merupakan amanah.


Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Pendamping Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang





1 komentar: