Kepemimpinan
Hasta Brata
Oleh Ch. Dwi Anugrah
            Kekuasaan 
sepertinya merupakan sesuatu yang didambakan. Semua orang tanpa kecuali
sekarang ini pada berlomba  untuk
mendapatkan kekuasaan. Memang, kekuasaan memberikan kehormatan atau prestise
Namun, sebenarnya kita lupa bahwa itu hanyalah satu sisi saja. Di sisi lain,
kekuasaan itu menuntut tanggung jawab. 
Di sinilah kekuasaan itu menjadi tidak mudah. Sebab, kekuasaan tidak
bisa dilihat hanya sekadar panggung 
tempat pemegang  kekuasaan untuk
tampil mempertontonkan kehebatannya. 
           Pada dasarnya kekuasaan perlu memberikan manfaat
kepada masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasan oleh para pemimpim harus dipakai
untuk memberikan kesejahteraan umum (bonum publicum). Untuk itulah tidak
semua orang berhasil ketika diberi kekuasaan. Bahkan seringkali kekuasan itu
hanya dinikmati  untuk kepentingannya
sendiri. Dengan kekuasaan  itu banyak
orang yang lupa diri dan merasa menjadi orang yang tak tertandingi
Hasta
Brata
           Sebagai formula agar dapat menjadi pemimpin yang didambakan
hendaknya para pengambil kebijakan perlu memegang sifat kepemimpinan yang
dikenal dengan Hasta Brata. Hasta mengandung pengertian delapan. Brata
artinya perilaku atau sifat. Sifat kepemimpinan ini dilakukan ketika Sri
Rama mengangkat Wibisana menjadi raja di Alengka dalam epos Ramayana karya
Valmiki. Kedelapan sifat kepemimpinan tersebut adalah :
Pertama, Sifat Matahari. Makna seorang
pemimpin bersifat seperti matahari adalah agar setiap pemimpin  harus mampu memberi motivasi, spirit, daya
hidup, dan memberi kekuatan kepada seluruh anak buah yang dipimpinnya.
Kedua, Sifat Bulan. Bila diamati bulan
itu bentuknya bulat indah dan menarik hati siapa saja yang melihat. Seorang
pemimpin harus memiliki sifat bulan maksudnya, agar setiap pemimpin  harus dapat menyenangkan, menarik hati dan
memberi terang  dalam kegelapan kepada
semua anak buah yang dipimpinnya.
Ketiga, Sifat Bintang. Bintang
mempunyai bentuk yang sangat eksotis dan menjadi hiasan  langit di waktu malam serta  dapat menjadi petunjuk arah (kompas) bagi
mereka yang kehilangan arah. Jadi seorang pemimpin harus dapat berfungsi
seperti bintang, maksudnya bahwa seorang pemimpin  dapat memberi petunjuk, memberi arahan, dan
bimbingan agar anak buahnya  mampu
menyelesaikan  tugasnya dengan baik.
Bintang sebagai lambang  bahwa semua
orang harus senantiasa ingat pada Tuhan. Oleh karena itu seorang pemimpin
harus  bertaqwa kepada Tuhan.
Keempat, Sifat Angin. Seperti
diketahui angin mempunyai sifat dapat mengisi setiap ruangan yang kosong
walaupun di ruangan yang kecil sekalipun. Seorang pemimpin harus dapat
berfungsi seperti angin, maksudnya agar setiap pemimpin  dapat bertindak dengan cermat dan teliti
serta tidak  segan-segan terjun langsung
ke masyarakat  agar mengetahui kondisi
yang sebenarnya. Apalagi angin segar, seorang pemimpin harus mampu membawa
suasana yang menyenangkan..
Kelima, Sifat Api. Bila diamati api
sifatnya dapat membakar apa saja yang bersentuhan dengannya dan tegas. Jadi
seorang pemimpin  harus mampu bertindak
seperti api artinya harus tegas dan adil tanpa pandang  bulu. Di samping tegas seorang pemimipin
harus mempunyai prinsip  yang
konsisten  serta dapat  menahan emosi 
atau mengendalikan diri. 
Keenam, Sifat Mendung. Mendung
mempunyai sifat menakutkan (berwibawa) tetapi setelah berubah menjadi air  dalam hal ini hujan dapat menyegarkan semua
makhlug hidup. Untuk itu pemimpin harus dapat bersifat seperti mendung yaitu
harus  dapat menjaga kewibawaan dengan
berbuat jujur, terbuka dan semua  yang
menjadi programnya dapat bermanfaat  bagi
anak buah dan sesama.
Ketujuh, Sifat
Samudra. Bentangan samudra luas dapat menampung apa saja yang akan
masuk ke dalamnya. Di samping itu sifatnya juga rata. Jadi seorang
pemimpin  harus berfungsi seperti samudra
yaitu mempunyai pandangan luas, merata, sanggup,  mampu menerima berbagai macam persoalan serta
tidak boleh pilih kasih dan membenci 
terhadap golongan apa pun. Di samping itu seorang pemimpin  harus berbesar jiwa yaitu mau memaafkan
kesalahan orang lain. 
Kedelapan, Sifat bumi. Bumi mempunyai
sifat teguh  atau  sentosa dan apa yang ditanam di bumi akan
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat 
untuk kehidupan. Kiranya seorang pemimpin harus dapat bersifat seperti
bumi yaitu berteguh hati dan selalu mampu memberi anugrah  terhadap siapa saja yang berjasa terhadap
nusa dan bangsa.
Media Kontrol
             Dengan memahami dan mengaplikasikan  ajaran Hasta Brata tersebut, paling
tidak dapat sebagai media kontrol diri 
para pemimpin dalam menjalankan kinerjanya. Rasanya juga masih relevan
beberapa ungkapan Jawa seperti sabda pandhita ratu dan berbudi
bawalaksana untuk menjadi pegangan 
normatif bagi para pemimpin. Seperti yang ditulis Thomas Wiyasa
Bratawijaya dalama bukunya “Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa” (1997)
menjelaskan sabda pandhita ratu mengandung makna apa yang telah
diajarkan oleh para pandhita dan diucapkan oleh raja tidak boleh diubah
kembali. Makna semiotika  tersebut
memberi ajaran bahwa pemimpin harus konsisten, yaitu harus ikut
mengimplementasikan apa yang telah diucapkan. Kata-kata dan perbuatan harus
selaras, tidak perlu ragu-ragu dan tidak terpengaruh oleh perasaan saja. Karena
bila seorang pemimpin sudah terpengaruh 
perasaan  maka mudah lupa apa saja  yang telah diucapkan 
             Sedangkan berbudi bawa laksana mengandung
implikasi seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dalam  tata nilai, moral, berbudi luhur, dan murah
hati. Dalam tataran praksis sifat ini bisa diketahui pada pola tindak para
pemimpin yang mempunyai empati atau kepedulian dan senang membei bantun pada
anak buahnya yang mengalami kesulitan.
            Dengan prinsip ungkapan tersebut dalam menanggapi
keadaan  yang serba tidak menentu seperti
sekarang ini diperlukan prinsip yang konsisten dan tidak mudah terbawa arus.
Mulainya jelas dari diri kita sendiri untuk menepiskan berbagai pengaruh yang dampaknya
akan membawa resiko tinggi terutama terkait dengan degradasi moral. 
            Akhirnya kita pun harus bisa mengatakan  ketika para pemimpin memegang jabatannya,
harapannya agar mereka tidak bersikap mentang-mentang dengan aji mumpungnya
berkuasa. Justru kekuasaan  harus membuat
pemimpin yang diserahi tanggung jawab itu untuk rendah hati. Sebab jabatan itu
tidak lebih hanya merupakan amanah.
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Pendamping Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang

 
Terima kasih 🙏❤️
BalasHapus